Sebait puisi terakhir WS Rendra

Hidup itu seperti uap, yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap !!
Ketika Orang memuji milikku, aku berkata bahwa ini hanya titipan saja.
Bahwa mobilku adalah titipan-Nya,
Bahwa rumahku adalah titipan-Nya,
Bahwa hartaku adalah titipan-Nya,
Bahwa putra-putriku hanyalah titipan-Nya
Tapi mengapa aku tidak pernah bertanya, 
"mengapa Dia menitipkannya kepadaku?"
"untuk apa Dia menitipkan semuanya kepadaku?"
Dan kalau bukan milikku, apa yang seharusnya aku lakukan untuk milik-Nya ini? 
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Malahan ketika diminta kembali,
Kusebut itu musibah,
Kusebut itu ujian,
Kusebut itu petaka,
Kusebut itu apa saja ...
Untuk melukiskan, bahwa semua itu adalah derita...
Ketika aku berdo'a, kuminta titipan yang cocok dengan kebutuhan duniawi,
Aku ingin lebih banyak harta,
Aku ingin lebih banyak mobil,
Aku ingin lebih banyak rumah,
Aku ingin lebih banyak popularitas,
Dan kutolak sakit, 
Kutolak kemiskinan,
Seolah semua derita adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih-Nya, harus berjalan seperti penyelesaian matematika dan
sesuai dengan kehendakku.
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita itu menjauh dariku,
Dan nikmat dunia seharusnya kerap menghampiriku ...
Betapa curangnya aku,
Kuperlakukan Dia seolah "Mitra Dagang" ku dan bukan sebagai "Kekasih"
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku” dan menolak keputusan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginanku ...
Duh Allah...
Padahal setiap hari kuucapkan,
“Hidup dan Matiku, Hanyalah untuk-MU ya Allah, Ampuni aku ya Allah ...
Mulai hari ini, ajari aku agar menjadi pribadi yang selalu bersyukur dalam setiap keadaan dan menjadi bijaksana, mau menuruti kehendakMU saja ya Allah ...
Sebab aku yakin Engkau akan memberikan anugerah dalam hidupku ...
KehendakMu adalah yang terbaik bagiku ...

SHARE THIS

Author: