Tana Toraja merupakan salah satu daya tarik wisata paling
populer di Provinsi Sulawesi Selatan. Di sini anda bisa menikmati kebudayaan
khas Suku Toraja yang unik dan berbeda, mulai dari rumah adat Tongkonan,
upacara adat pemakaman Rambu Solo, hingga Pekuburan Gua Londa, Pekuburan Batu
Lemo dan Pekuburan Bayi Kambira.
Masyarakat Toraja menganut "aluk" atau adat yang
merupakan kepercayaan, aturan, dan ritual tradisional ketat yang ditentukan oleh
nenek moyangnya. Meskipun saat ini mayoritas masyarakat Toraja banyak yang
memeluk agama Protestan atau Katolik tetapi tradisi-tradisi leluhur dan upacara
ritual masih terus dipraktikkan.
Tana Toraja memiliki dua jenis upacara adat yang populer
yaitu Rambu Solo dan Rambu Tuka. Rambu Solo adalah upacara pemakaman, sedangkan
Rambu Tuka adalah upacara atas rumah adat yang baru direnovasi.
Khusus Rambu Solo, masyarakat Toraja percaya tanpa upacara
penguburan ini maka arwah orang yang meninggal tersebut akan memberikan
kemalangan kepada orang-orang yang ditinggalkannya. Orang yang meninggal hanya
dianggap seperti orang sakit, karenanya masih harus dirawat dan diperlakukan
seperti masih hidup dengan menyediakan makanan, minuman, rokok, sirih, atau
beragam sesajian lainnya.
Upacara pemakaman Rambu Solo adalah rangkaian kegiatan yang
rumit ikatan adat serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Persiapannya pun
selama berbulan-bulan. Sementara menunggu upacara siap, tubuh orang yang
meninggal dibungkus kain dan disimpan di rumah leluhur atau tongkonan.
Dalam kepercayaan masyarakat Tana Toraja (Aluk To Dolo) ada
prinsip semakin tinggi tempat jenazah diletakkan maka semakin cepat rohnya
untuk sampai menuju nirwana.
Dalam
masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan
berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara
pemakamannya akan semakin mahal. Seperti pesta pemakaman seorang bangsawan
biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari dan akan memotong kerbau dan babi hingga ratusan ekor.
Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas,
selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan
berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang
ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan
merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja
Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang
datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia
arwah, atau akhirat). Dalam
masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di
bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai
upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.