Kilas balik tragedi 1998, awalnya Amien Rais berencana
menggelar aksi massa dengan long march di Monas tanggal 20 Mei 1998. Puluhan
ribu orang dari berbagai elemen diperkirakan akan menghadiri konsolidasi nasional
tersebut.
Sejarah mencatat suasana politik di Jakarta pada Bulan Mei
1998 sangat panas. Belum hilang dari ingatan masyarakat bagaimana kerusuhan
menghancurkan Jakarta beberapa hari sebelumnya. Gelombang unjuk rasa terjadi di
mana-mana, hingga bahkan mahasiswa telah berhasil menduduki gedung DPR/MPR.
Artikel lain :
Artikel lain :
Presiden Soeharto masih enggan turun dan berjanji akan turun
dalam Pemilu yang digelar tahun 2000. Namun Amien Rais dan kawan-kawan merasa
waktu 2 tahun terlalu lama, sehingga dalam waktu 6 bulan Presiden Soeharto
harus lengser dari jabatannya.
Rencana Amien Rais menggelar long march mendapat tantangan
dari para penguasa Orde Baru. Pada
tanggal 18 Mei 1998, Panglima ABRI (saat ini TNI), Jenderal Wiranto meminta
Amien Rais membatalkan rencana long march dan mengimbau agar masyarakat tak
berkumpul di Monas.
Wiranto meminta masyarakat jangan sampai terprovokasi oleh sekelompok
orang, sehingga terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Banyaknya massa yang
berkumpul di satu titik sangat potensial memicu kerusuhan dan jatuh korban
jiwa.
Ribuan pasukan TNI menutup seluruh akses jalan menuju Monas.
Tentara bersenjata lengkap, panser dan pagar berduri terlihat di mana-mana. "...
Dengan tidak terpengaruh dan terhasut untuk melakukan berbagai tindakan yang
nyata-nyata hanya akan mengeruhkan suasana bahkan tergiring untuk berhadapan
dengan aparat keamanan," kata Jenderal Wiranto.
Tanggal 19 Mei, jelang tengah malam, Amien Rais melihat
situasi di Monas. Rupanya Amien sadar jika aksi long march tetap digelar, akan
jatuh banyak korban. "Berat ini," kata Amien Rais saat melihat
ketatnya barikade aparat di Monas. Dengan alasan keamanan, Amien Rais kemudian
membatalkan rencana long march itu.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional digeser ke Gedung
DPR/MPR yang dikuasai ribuan mahasiswa. Amien Rais saat itu jadi bintang dan
dia dielu-elukan mahasiswa yang menuntut Presiden Soeharto segera mundur. Amien
lah satu-satunya tokoh nasional yang diizinkan mahasiswa masuk dari gerbang
utama DPR.
"Presiden Soeharto sudah kehilangan legitimasinya
karena rakyat sudah tidak percaya lagi kepadanya, sehingga hari-harinya sudah
bisa dihitung. Karena itu, tetap jaga terus persatuan dan kesatuan. Jangan mau
dipecah-pecah," kata Amien disambut teriakan gegap gembita mahasiswa.
Keesokan harinya, tepat pukul 09.00 WIB, Presiden Soeharto
berpidato mengumumkan pengunduran dirinya. Amien Rais digelari Bapak Reformasi.