Kisah hidup bapak H Muslimin Bando sebagai Bupati Enrekang saat ini tidak diraihnya begitu saja. Ia bahkan sama sekali tidak pernah menyangka garis tangan akan membawanya ke jabatan yang diembannya saat ini, sebagai orang nomor satu di Bumi Massenrempulu. Butuh perjuangan keras dan perjalanan berliku nan sulit untuk bisa menggapainya.
”Tidak selembar daun pun yang jatuh ke tanah tanpa seizin Allah. Termasuk pula amnah masyarakat yang diberikan kepada saya sebagai bupati. Itu semua terjadi atas izin Allah,” kata Muslimin Bando.
Artikel lainnya :
Mengapa air hujan bisa tawar dan dapat diminum ? inilah penjelasannya ilmiahnya dalam Ayat Suci Al Quran
Sebelum ditemukan oleh para ilmuan, inilah penjelasan Ayat Suci Al Quran tentang siklus air yang terjadi didunia
Inilah beberapa kewajiban yang harus dilakukan saat melanggar Ihram dalam Haji
Sejak kecil, anak kedua dari 17 bersaudara ini dikenal dengan kemandiriannya. Ketika masih menuntut ilmu, mulai dari SD hingga perguruan tingg, H Muslimin yang biasa disapa Pak Haji ini sudah melakoni hidup dengan bertani. Ia juga beternak dan memelihara ulat sutra hingga menjadi loper koran sewaktu kuliah di Makassar.
”Saya lima tahun merasakan menjadi loper kuliah. Itu saya lakukan untuk mendapatkan uang biaya kuliah dan membayar sewa kos,” tutur Muslimin.
Pria kelahiran 30 Desember 1956 ini menceritakan, saat menjadi loper, ia berkeliling membawa koran dengan sepeda singking alias ontel. Rutenya, Jalan Garuda, Penghibur, Nuri dan Jalan Andi Mangerangi.
”Saya pakai sepeda singking (sepeda ontel) untuk mengantar koran ke rumah pelanggan. Itu saya lakukan setiap subuh dan pagi sebelum pergi kuliah. Itu di tahun 1983,” kenangnya. Bagi Muslimin Bando, pekerjaan apapun itu, asalkan halal pasti akan dilakoninya. Sebab ia telah diajarkan untuk selalu mandiri sejak masih kecil.
Muslimin kecil menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Buntu Tangla, Kecamatan Masalle Enrekang pada tahun 1963. Kemudian melanjutkan pendidikanya di Sekolah Menegah Ekonomi Pertama (SMEP) kelas jauh Kalosi pada tahun 1969 di Buntu Tangla. Masuk SMEA Kalosi pada tahun 1972, kemudian melanjutkan pendidikanya di IKIP Ujung Pandang pada tahun 1976.
”Waktu kuliah, memasuki semester tiga saya mulai honor di sekolah swasta di Makassar. Sambil tetap jualan koran,” terangnya.
Satamat kuliah tahun 1981, suami Hj Johra ini mendaftar menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Iapun dinyatakan lulus dan ditempatkan sebagai guru di SMA N 229 Cakke. “Sambil mengajar saya bertani, beternak dan pengusaha hasil bumi,” ujarnya.