Inilah perbedaan potongan antara koruptor di Arab dan di Indonesia
Korupsi merupakan aksi mengambil sesuatu yang bukan hak miliknya untuk kepntingan pribadi, baik berupa uang, barang dan bentuk-bentuk lain yang terkait milik perseorangan atau kelompok. Korupsi hanyalah bahasa lainnya, tindakan Korupsi tidaklah ada bedanya dengan Maling, Pencuri, Perampok, Copet dan masih banyak lagi bahasa lainnya yang beredar di masyarakat yang bersinonim dengan aksi Pencurian. Sederhanya, yang membedakan dari masing-masing aksi diatas adalah pelaku, bentuk barang, jumlah, dan cara yang dilakukan untuk melancarkan aksinya.
Untuk level sosial masyarakat bawah, biasanya aksi pencurian dikaitkan dengan istilah perampok sedangkan level pejabat atau kepala pemerintahan yang melakukan aksi pencurian disebut koruptor. Aksi Korupsi menrupakan tindakan pejabat publik yang terlibat dalam penyalahgunaan kepercayaan publik yang dikuasakan kepadanya untuk mendapat keuntungan sepihak, hingga aksi ini jelas sangat merugikan negara dan masyarakat secara umum.
Jelas ada hukuman untuk para pelakunya, baik korupsi dalam jumlah yang kecil hingga korupsi dalam jumlah yang sangat besar. Terutama di Indonesia, aksi korupsi bukan lagi hal yang jarang kita dapatkan, malah hampir setiap hari dan setiap media sering memberitakan tentang aksi para koruptor. Setiap negara masing-masing punya cara untuk menghukum dan memberi efek jera pada pelaku korupsi sesuai hukum yang diterapkan di negaranya. Korupsi yang kini lebih disebut sebagai musuh negara, harus mendapat haukuman setimpal dari apa yang telah mereka lakukan.
Hukum Syariah merupakan salah satu bentuk hukum yang kejam bagi para pelaku kejahatan kini banyak digunakan bangsa-bangsa di Arab atau wilayah Timur Tengah. Hukum Potong Tangan bagi para pelaku pencuri atau korupsi sungguh sangat menyeramkan, tidak manusiawi dan banyak menganggap melanggar HAM (Hak Asasi Manusia), tapi itulah yang terjadi dan yang berlaku disebagian negara di Timur Tengah seperti Iran. Setiap pelaku yang telah terbukti melakukan tindakan pencurian, korupsi, dll akan mendapatkan hukum potong tangan sesuai aturan, syarat dan ketentuan yang berlaku sesuai undang-undang. Sehingga hukuman ini dianggap sebagai sesuatu yang tepat dan bijaksana untuk para tersangka sebagai efek jera.
Agak sedikit berbeda dengan Indonesia, aksi korupsi bak pepatah "tangkap satu, tumbuh seribu", cukup ironis melihatnya. Hukuman tahanan adalah yang sangat populer dan selalu jadi pilihan seorang hakim dalam memutuskan perkara korupsi disetiap persidangan. Tidak tanggung-tangggung hukuman penjara dari dua tahun hingga tujuh tahun untuk para koroptor yang merugikan negara hingga milyaran rupiah. Tidak lepas dari aturan hukum Indonesia yang sangat dan terlau bijaksana yang memberi Remisi (Bonus Potong Tahanan) dalam masa hukuman Narapidana. Sehingga banyak para Narapidana dari berbagai kasus yang tersenyum lega ketika mendapat Remisi dari pemerintah dan lembaga permasyarakatan tempat mereka ditahan.
Mungkin sangat dan terlalu bijaksana hukum Indonesia, hingga sampai sekarang ini aksi Korupsi tidak akan pernah berhenti di Tanah Air tercinta ini. Banyak potret media yang setiap hari bisa memberi penilaian tentang hukum yang beralaku saat ini. Menimbulkan tanda tanya, cukupkan hukuman penjara untuk para Koruptor ?. Sudah tepatkah pemberian Remisi (bonus potong tahanan) untuk para Narapidana..??