Mengenal sosok Wali Pitue dan peranannya dalam perkembangan Islam di Sulawesi Selatan


Sangat erat kaitannya dalam hal masa perkembangan dan penyebaran Islam di Provinsi Sulawesi Selatan. Jika dikalangan masyarakat Jawa dan beberapa buku pembelajaran Sejarah Nasional yang lama kita pelajari lebih mengenal Wali Songo (sembilan wali), maka dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan juga terdapat beberapa tokoh panutan yang biasa disebut Wali Pitu (tujuh wali). Siapakah mereka-mereka yang tergabung dalam Wali Pitu ?. Tidak beda halnya Wali Songo, Wali Pitu juga memiliki peranan penting dalam perjuangan agama Islam di tanah Bugis - Makasssar sebagaimana figur dan posisi mereka dimasyarakat dikala itu. 


Artikel lainnya :
Inilah alasan mengapa pemimpin wanita saat ini paling populer
Inilah Piramida tertua didunia yang ditemukan di Negara Kazakhstan
Tidak hanya Sianida, inilah 5 jenis racun yang paling mematikan didunia

1. Syekh Yusuf

Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al Makasari Al Bantani lahir di Gowa (Sulawesi Selatan) 3 Juli 1626 dari pasangan Abdullah dengan Aminah. Nama Muhammad Yusuf merupakan suatu nama yang diberikan oleh Sultan Alauddin, Raja Gowa yang juga adalah kerabat Ibu Syekh Yusuf. Meski ayahnya Abdullah bukan seorang bangsawan, tetapi beliau banyak dididik menurut tradisi Islam dan diajari bahasa Arab, fikih, tauhid dari guru kerajaan Gowa. Pada Usia 15 tahun, beliau belajar di Cikoang pada seorang sufi, ahli tasawuf, mistik, guru agama, dan dai yang berkelana. Kembali dari Cikoang, Syekh menikah dengan Sultan Gowa, lalu pada usia 18 tahun melakukan perjalanan untuk berhaji. Sebelum ke Mekkah, Syekh mampir ke Banten dan bersahabat dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Beliau tinggal di Banten selama lima tahun, lalu singgah juga di Aceh untuk memperdalam ilmu agama. Sekembali dari Mekkah pada tahun 1664, Syekh Yusuf kembali ke Banten dan membantu perjuangan Sultan Banten melawan VOC. Ketika Belanda berhasil menguasai Kesultanan Banten, Sultan Tirtayasa ditangkap dan dipenjara di Batavia. Sementara, Syekh Yusuf dibuang dibuang ke Srilangka pada tahun 1684. Di Srilangka, Syekh Yusuf tetap aktif menyebarkan agama Islam dan memiliki ratusan murid., sehingga akhirnya Belanda mengasingkan ke Afrika Selatan, pada bulan Juni 1693. Dipengasinan, Syekh Yusuf tetap berdakwah dan tetap memiliki banyak pengikut hingga beliau wafat pada tanggal 23 Mei 1699. Atas jasanya, Nelson Mandela (mantan Presiden Afrika Selatan) menyebutnya sebagai "Salah seorang Putra Afrika Terbaik"

2. Petta Lasinrang

Petta Lolo Lasinrang lahir di Dolangan sekitar tahun 1856, merupakan putra pembesar Kerajaan Sawitto yaitu La Tamma. Semasa kecil Lasirang banyak mendapat bimbingan dan pendidikan dari pamannya, yaitu orang yang mempunyai pengaruh dan disegani serta dikenal sebagai ahli piker kerajaan. Sehingga, Lasinrang menjadi seorang pemuda yang cukup berwibawa dan jujur. Kegemaran menyabung ayam sehingga Lasinrang lebih dikenal dengan julukan "Bakka Lolona Sawitto" juga diartikan "Pemuda Berani dari Sawitto". La Sinrang ke Pammana (Wajo), banyak dididik oleh Datu Pammana menjadi pemberani, terutama dalam menghadapi peperangan. Dia kembali ke Sawitto setelah memiliki dua orang putra yakni La Koro dan La Mappangganro dari hasil perkawinan dengan Indo Jamarro dan Indo Intang. Dimasa penjajahan Belanda, Lasinrang diangkat sebagai Panglima Perang oleh ayahnya. Dalam kepemimpinannya sebagai Panglima Perang, Lasinrang kerap ditemani oleh La Sagala (tombak besar yang menyerupai dayung) dan JalloE (sebuah keris) senjata yang digunakan untuk berperang.

3. Arung Palakka

Arung Palakka lahir di Lamatta (Soppeng), 15 September 1632 adalah Sultan Bone yang menjabat pada tahun 1672-1696. Arung Palakka adalah seorang jagoan yang ditakuti di seantero Batavia. Lelaki gagah berambut panjang dan matanya menyala0nyala ini memiliki nama yang menggetarkan seluruh jagoan dan pendekar Batavia. Keperkasaan seakan dititahkan untuk selalu bersemayam bersamanya. Cerita persekutuaan dengan Belanda (VOC) untuk melawan Kerajaan Gowa menjadikan sebuah konflik sejarah kontroversial dalam penilaian masyarakat pada umumnya. Tapi semua itu tidak lepas dari suasana politik antara kedua kerajaan besar tersebut disaat itu. Dari konflik peperangan yang berkepanjangan antara Kerajaan Bone dan Kerajaan gowa, hingga akhirnya Arung Palakka wafat di Bontoala, 6 April 1696 pada umur 61 tahun. 

4. KH. Harun

Tidak banyak informasi yang didapat tentang kehidupan KH. Harun, tapi menurut beberapa sumber beliau berasal dari Kerajaaan Tallo.

5. Pettabarang

Pettabarang atau Petta To Risappae merupakan seorang keturuan Raja Barru yang kuat akan agama. Konon beliau mallajang (menghilang) diatas kudanya dan penunggu kudanya hingga kini masih ada.

6. Imam Lapeo

Konon hidupnya adalah seorang imam di Desa Lapeo yang sederhana dan menyebarkan agama Islam sampai ketanah Bugis dan kerap kali mendapat mukjizat dari Yang Maha Kuasa. 

7. Dt. Sangkala

Untuk sekarang ini, belum banyak informasi dan sumber tentang beliau, sama halnya dengan beberapa tokoh yang ada diatas.


SHARE THIS

Author: