Dikisahkan, suatu ketika
ada seorang anak menemukan sekeping uang logam dan membuatnya sangat senang
sekali. Dia mendapatkan uang tanpa harus mengeluarkan tenaga dan tanpa bersusah
payah, sehingga dia mampu membeli apa yang diinginkannya dengan uang yang
ditemukannya itu. Lalu dia berpikir untuk melakukan pekerjaan ini sampai sore
nanti. Dia lalu menghabiskan hari itu dengan kepala menunduk, mata terbuka
lebar, dan meneliti setiap pojok jalan dengan seksama.
Ya,
anak itu melakukan kegiatan itu sampai akhir masa kanak-kanaknya. Dia telah
menemukan banyak sekali uang dengan cara itu, hingga ratusan uang receh,
puluhan uang kertas, beberapa perhiasan, sebuah liontin, dan banyak benda
berharga lainnya yang dapat ditukarkan dengan uang dan mainan. Anak itu senang
sekali dengan pekerjaan ini.
Memang,
dia mendapatkan banyak uang dengan cara ini. Namun, agaknya, dia melupakan
banyak hal. Dia telah kehilangan ratusan kehangatan pagi dan indahnya embun di
dedaunan. Dia juga melewatkan ratusan pelangi yang kerap hadir di atas awan
sebab, kepalanya selalu tertunduk ke bawah. Dia juga tak sempat untuk
menyaksikan ribuan fajar dan ribuan senja.
Dia tak pernah menyaksikan
burung-burung yang terbang di angkasa dan bercericit di atas pohon-pohon. Dia
melewatkan banyak sekali layang-layang yang berkejaran di langit dan
meliuk-liukan badannya seperti camar yang membentuk susunan-susunan formasi
indah. Dia tak sempat merasakan harumnya bunga-bunga di taman dan tawa riang
teman-temannya yang sedang bermain.
Dia
tak pernah menemukan senyum hangat setiap orang yang berpapasan dengannya. Dia
melewatkan tawa renyah dari kakek yang bertongkat dan selalu mengelus setiap
anak yang ditemuinya. Dia tak pernah merasakan itu semua. Burung yang
beterbangan, matahari yang bersinar, dan senyuman itu, bukanlah bagian dari
ingatan masa kecilnnya.
Teman, begitulah hidup.
Kita bisa memilih hidup kita dengan kepala tertunduk, pikiran dipenuhi dengan
nafsu kekayaan, dan enggan berurusan dengan orang lain. Kita juga bisa memilih
hidup dengan penuh ketakutan, takut kehilangan setiap uang logam, takut akan
kritik dan saran, takit pada setiap hal baru yang hadir di depan mata. Kita
bisa memilih untuk terpaku pada satu hal, hanya memikirkan diri sendiri.
Ya,
kita memang bisa memilih itu semua. Namun, Teman, kita juga bisa memilih untuk
hidup dengan selalu memandang ke depan dan pantang menyerah. Kita juga bisa
memilih untuk merasakan semua nikmat Allah dan menjadi bagian dari kehangatan
persahabatan dan senyuman. Kita juga bisa memilih untuk hidup dan berusaha
untuk merasakan semua tawa, semua kehahuram bunga, dan keindahan fajar dan
matahari senja. Ya, kita memang bisa memilih hidup kita
Sumber : www.islampos.com