Tak bisa disangkali bahwa salah satu hal tersulit yang tidak bisa kita lakukan adalah melepas orang yang begitu kita cintai menuju ketempat yang jauh dari kita seperti merantau. Sedikit bernostagia dimana pada masa-masa sebelum adanya pesawat terbang sebagai alat transportasi, kebanyakan orang bepergian dari sebuah pulau ke pulau lain untuk mencari rejeki dengan kapal penumpang. Tentunya saat kapal hendak berlayar, para penumpang akan berbaris di dek kapal, di sisi dermaga di mana keluarga dan sahabat mereka berdiri.
Tatkala sirine uap berbunyi menandakan keberangkatan, mereka yang di atas kapal dan mereka yang di dermaga saling melambaikan tangan, memberikan ciuman dari jauh, dan meneriakkan salam perpisahan dan doa sembari kapal perlahan menjauh. Tak lama, kapal itu terlalu jauh bagi mereka yang di dermaga untuk membedakan siapa-siapa di jajaran para penumpang yang masih berdiri di dek, namun mereka masih melambai dan memandang.
Beberapa menit kemudian, perahu itu bahkan terlalu jauh untuk bisa melihat kerumunan penumpangnya, namun masih saja orang-orang yang mengasihi akan tetap di dermaga menatap kapal yang kian melenyap, dimana orang yang mereka cintai berada.
Kemudian kapal akan mencapai suatu garis pembatas cakrawala, lalu lenyap sama sekali. Namun, walaupun keluarga dan kawan di daratan tidak bisa melihat orang yang mereka kasihi lagi, apalagi bicara atau menyentuh mereka, mereka tahu bahwa orang yang mereka kasihi tidak lenyap sepenuhnya. Mereka hanya pergi melintasi suatu garis, cakrawala, yang memisahkan kita dari yang nan jauh disana. Mereka pergi mengadu nasib ditempat yang jauh dari tanah kelahiran untuk mencari rejeki dan tanpa tahu batas waktu akan kembali.