Temuan ilmiah menunjukkan bahwa Suku Toraja di Sulawesi Selatan berasal dari Vietnam, inilah faktanya


Peneliti Kruyt, A.C. (1938) dalam bukunya De West-Toradjas op Midden-Celebes menyebutkan bahwa Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, adalah tempat asal suku Toraja.

Artikel lain :
Hitung-hitung uang hasil korupsi, inilah kerugian besar akibat dari koruptor  
Apa yang harus dikatakan ketika pendidikan belum mampu untuk mendidik  
Bagi mahasiswa baru, kamu harus tahu hal ini sebelum masuk kuliah  

Kruyt dalam penelitiannya menuturkan bahwa masyarakat Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk (lokal/pribumi) yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang yang notabene adalah imigran dari Teluk Tonkin (bahasa Vietnam: Vnh Bc B, bahasa Tionghoa: 北部湾, keduanya berarti “Teluk Utara”) adalah sebuah teluk yang merupakan bagian dari Laut Tiongkok Selatan.


Proses akulturasi antara kedua masyarakat tersebut berawal dari berlabuhnya imigran Indo Cina dengan jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu sungai yang diperkirakan lokasinya di daerah Enrekang, kemudian para imigran ini membangun pemukimannya di daerah tersebut.

Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa, orang Toraja hanya salah satu kelompok penutur bahasa Austronesia. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.

Asal usul Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.

Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo.

Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”.

Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja atau Negeri para bangsawan. Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909.

Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen.

Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog.

Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat.

Budaya Adu Kerbau di Tana Toraja


Bukti bahwa suku Toraja berasal dari Vietnam Utara mungkin bisa dilihat dari adanya beberapa kemiripan adat ataupun perayaan yang perlu penelitian lebih lanjut. Salah satu yang agak mirip misalnya adu kerbau yang ada di Toraja dan di Vietnam.

Adu kerbau atau Mapasilaga Tedong diselenggarakan dalam satu rangkaian dengan upacara Adat Rambu Solo, yaitu upacara pemakaman orang yang telah meninggal dunia.

Dalam adat masyarakat Toraja, Kerbau merupakan hewan yang dianggap suci, begitu pula dalam acara ini kerbau yang diadu bukanlah kerbau sembarangan tetapi merupakan kerbau aduan (pilihan) yang mempunyai otot yang kekar dan jenis jenis tertentu.

Biasanya kerbau yang diadu adalah jenis Kerbau Pudu’ (Kerbau berwarna hitam), Kerbau Saleko (Kerbau berwarna belang hitam putih), Kerbau Bonga (kerbau yang mempunyai warna putih di sekitar kepala), Kerbau Lotong Boko'(kerbau yang mempunyai warna hitam dipunggung) dan masih banyak jenis kerbau yang lain.

Budaya Adu Kerbau di Vietnam

Jika sebelumnya kita hanya mengenal Toraja sebagai salah satu pecinta adu kerbau. Kini telah muncul di negara lain yakni di Do Son Haiphong, Vietnam. Adu kerbau yang di gelar di negara tersebut sampai dibuatkan “Festival adu kerbau”

Diketahui, Adu kerbau yang dilakukan masyarakat Vietnam tersebut sebagai bentuk partisipasi dalam mengikuti “Festival adu kerbau” yang merupakan tradisi yang sudah digelar semenjak abad ke-18. Adu kerbau ini sekaligus sebagai bentuk penyembahan dewa air untuk kemakmuran dan kebahagiaan.

Ribuan orang ikut meramaikan acara tersebut. Selain itu, sejumlah para pemilik kerbau juga turun lapangan. Mereka melakukan adu kerbau satu sama lain. Bagi para pemenang adu kerbau tersebut akan mendapatkan hadiah

Meski memiliki beberapa kemiripan, suku Toraja dan Vietnam, perlunya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kedua suku serta kemungkinan jalinan kerjasama dan pertukaran budaya sehingga bisa terjalin erat hubungan kedua negara yang serumpun.

SHARE THIS

Author: